more"/> more">
Oleh Yemima Galih Pradipta, S.Sos.
Suatu hari saya mendapati magic jar saya rusak dan kotor. Nasi-nasi yang mengering telah masuk ke sela-sela penutupnya, sehingga membuat pemanasnya tidak berfungsi dengan semestinya. Saya menyadari ada yang tidak beres, karena beberapa kali nasi yang saya tanak di dalamnya cepat menguning. Siang itu, saya memutuskan untuk membersihkannya. Dengan peralatan seadanya, saya membongkar semua bagian dari magic jar itu, lalu membersihkan semuanya sampai bersih. Saya mengelap bagian luarnya sampai mengkilap, seakan-akan ia baru saja keluar dari toko. Saya begitu bangga akan hasil pekerjaan ini, dan magic jar itu kemudian dapat berfungsi dengan baik, bahkan nasi yang ditanak tetap pulen dan tidak cepat kering/menguning.
Pengalaman sederhana itu membuat saya sadar, pembersihan dan perawatan terhadap barang ternyata membawa dampak yang membangun, karena barang itu dapat berfungsi dengan semestinya, dan bahkan mencapai kapasitas maksimalnya. Ini bukan tentang magic jar saja. Ini juga tentang hidup kita. Saya pikir Allah pasti senang sekali membersihkan hidup kita. Tujuannya tidak lain agar kita bisa berbuah lebih banyak, dan bertumbuh lebih besar. Allah ingin kita dibersihkan dari hal-hal yang tidak membangun kita, termasuk berhala.
Pembersihan oleh Allah Bapa
Yesus memberikan perumpamaan tentang pembersihan dalam Yohanes 15:1-8. Kadang-kadang, kita cenderung langsung ‘lompat’ ke bagian berbuah banyak, padahal ada hal yang harus dilalui agar kita dapat berbuah, yaitu pembersihan. Di ayat 2 tertulis “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.” Ketika kita mengakar dalam firman dan dekat dengan-Nya, kita tidak bisa menghindari ujian-ujian yang harus kita lalui agar tiap karakter manusia lama kita luruh dari hidup kita. Ranting yang berbuah perlu terus dibersihkan, supaya ada ruang bagi ranting untuk menghasilkan buah yang berkualitas, sehat, dan ranum, sehingga ia dapat memberikan manfaat lebih dari sebelumnya. Itulah kerinduan Allah, yaitu agar kita dapat “berbuah banyak” dan dengan demikian disebut “murid-murid-Nya” (ay. 8).
Masalahnya, daripada berfokus pada tujuan besarnya, kita malah fokus pada proses pembersihan yang sulit dan menyakitkan, terutama ketika berurusan dengan berhala kita – hal-hal yang terhadapnya kita begitu melekat dan merasa aman. Penulis buku The Good and Beautiful Life menjabarkan bahwa kita pun bisa memegang hal-hal yang tampaknya rohani dan membangun, lantas menjadikannya “tuan” atas kita. Seakan-akan kita merasa identitas atau keamanan kita hilang bila kita harus melepaskannya. Contohnya, suka membagi-bagikan harta sampai taraf yang tidak bijaksana itu kurang tepat, tapi terlalu menghemat uang sampai-sampai tidak bisa menikmatinya juga kurang tepat (Ams. 11:24). Senada dengan itu, Tim Keller mendefinisikan berhala sebagai “…sesuatu di samping Yesus Kristus yang rasanya harus kita punyai supaya kita bahagia, sesuatu yang lebih penting untuk hati kita dibandingkan Allah, sesuatu yang memperhamba kita dengan keinginan yang berlebihan. Ia adalah suatu keinginan yang mengendalikan kita.”
Perjuangan Kita adalah Melawan Kedagingan
Tim Keller mengungkapkan dalam Gospel in Life, bahwa kita tidak hanya harus bertobat lebih banyak, tapi juga lebih dalam. Ketika kita belajar mengenali apa berhala kita, seringkali Roh Kudus justru akan menyingkapkan suatu dosa yang lebih dalam dan tersembunyi di dalam diri kita. Maka benarlah bila Yesus memanggil kita untuk menyangkal diri. Roh-Nya selalu bekerja dalam kita untuk membersihkan hal-hal yang tidak berkenan bagi-Nya dan yang tidak bermanfaat bagi panggilan yang kita kerjakan di bumi ini.
Setiap hari adalah perjuangan melawan kedagingan. Setiap hari kita memilih siapa yang akan kita matikan hari ini: roh kedagingan atau Roh Kudus? Ini bukan sesuatu yang bisa kita lakukan dengan kekuatan sendiri, melainkan butuh penyerahan total pada kuasa Roh Kudus yang membersihkan kita. Selain itu, dibutuhkan kerendahan hati pula untuk mengakui bahwa kita mungkin telah menjadikan seseorang atau sesuatu tuan di atas kita, menyampingkan kehadiran Yesus.
Sebagaimana saya senang dan bangga ketika magic jar saya menjadi bersih dan berfungsi jauh lebih baik, saya membayangkan Allah Bapa kita pun pasti senang ketika kita berjuang tiap hari untuk meninggalkan berhala dan dosa kita. Pohon yang berbuah ranum dan banyak pasti menyenangkan hati sang pemilik kebun. Dalam hal ini, Allah Bapa sebagai pemilik hidup kita, pasti senang ketika hidup kita terus bertumbuh dan berbuah banyak. Ia pasti tidak sabar agar kita segera mengerjakan panggilan yang telah Ia sediakan bagi kita. Ia senang bila kita bisa hidup dengan menghidupi tujuan terbesar kita sebagai manusia, yaitu untuk menikmati Allah dan menyatakan kerajaan-Nya. (*Penulis melayani di Departemen Literatur Perkantas Jatim).