more"/> more">
Renungan E-Murid - Formasi Spiritual: Serupa Kristus dalam Kematian-Nya dan Bangkit Bersama-Nya
Last Updated : Mar 01, 2024  |  Created by : Administrator  |  777 views

Oleh Ekawaty Ranteliling, M.Th*)

 

Kejatuhan ke dalam dosa, telah merusak citra Allah pada manusia. Tetapi harapan untuk kembali merengkuh keserupaan dengan citra Allah, dihadirkan dalam Pribadi Allah melalui inkarnasi Yesus Kristus. Karena itu, para pengikut Kristus tentu sepakat bahwa tujuan seorang murid adalah mencapai keserupaan dengan Kristus.

 

Keserupaan dengan Kristus merupakan konsep yang penting di dalam perjalanan iman seorang murid. Amanat agung adalah perintah untuk menjadikan semua bangsa murid Kristus, yaitu orang yang bersedia mengikuti cara hidup dan pengajaran Kristus (Matius 28:18-20). Dalam arti, lingkup dan arah pertumbuhan murid Kristus adalah bertumbuh dalam segala hal ke arah Kristus (Efesus 4:15).

 

Akan tetapi pertumbuhan menjadi serupa Kristus, bukan perkara yang mudah. Di tengah kompleksnya jiwa manusia yang berdosa, menjadi serupa Kristus tidak dapat serta-merta dialami setelah seseorang dilahirbarukan atau menerima Kristus. Ketika seseorang dilahirbarukan, hati nuraninya akan disucikan dengan darah Kristus sehingga roh manusia mempunyai kehendak dan kesanggupan untuk menyesuaikan diri dan taat kepada Tuhan. Namun, sering kali tubuh dan jiwa manusia yang berdosa masih menolak untuk dipakai atau menaati pimpinan Roh Kudus yang sudah melahirbarukannya.  Oleh karena itu, diperlukan formasi spiritual yakni “pola kerja roh” untuk menundukkan tubuh dan jiwa kepada kehendak Tuhan. Formasi spiritual yang diperlukan bukan sekadar upaya untuk melakukan dan membiasakan diri dengan disiplin-disiplin rohani. Ini merupakan sebuah respons yang disengaja dari hati nurani yang sudah diperbaharui untuk terus mengerjakan keselamatan yang telah dianugerahkan. Dalam upaya tersebutlah seorang murid Kristus mengembangkan pola hidup untuk makin serupa Kristus.

Sebuah catatan dari rasul Paulus dalam Filipi 3:10-11, dapat menjadi pedoman dalam membangun formasi spiritual agar seorang murid makin merupa Kristus. Melalui bagian ini, Paulus memberikan petunjuk mengenai kerinduan terdalamnya, yakni untuk mengenal Kristus dengan lebih intim. Paulus mengawali dengan menyoroti pentingnya mengalami kuasa kebangkitan-Nya. Bagi orang percaya, mengenal Kristus tidak hanya tentang mengetahui tentang-Nya secara intelektual, tetapi juga mengalami kuasa-Nya yang bekerja dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah pengalaman yang memampukan orang percaya untuk bertumbuh dalam iman, harapan, dan kasih, serta memungkinkan mereka untuk hidup dalam kuasa yang terbukti dari kebangkitan Kristus.

Paulus juga menekankan betapa pentingnya persekutuan dalam penderitaan Kristus. Sebagai pengikut Kristus, kita tidak dijanjikan kebebasan dari penderitaan, tetapi kita dijanjikan kehadiran-Nya yang menyertai kita melalui setiap kesulitan. Persekutuan dalam penderitaan Kristus membawa penghiburan, kekuatan, dan ketabahan bagi orang percaya, serta mengarah pada pertumbuhan rohani yang lebih dalam.

Selanjutnya, Paulus menyatakan keinginannya untuk menjadi serupa dengan Kristus dalam kematian-Nya. Ini bukanlah hanya tentang memahami konsep teologis kematian Kristus, tetapi tentang mengalami perubahan hidup yang mendalam, yang memungkinkan seseorang untuk mati terhadap dosa dan keinginan duniawi mereka.  Kematian Kristus adalah landasan bagi perubahan hidup yang kuat.

Pentingnya kematian Kristus tidak hanya terletak pada penebusan dosa kita, tetapi juga dalam mengubah sifat dan orientasi hidup kita secara keseluruhan. Rasul Paulus menegaskan, "Kita tahu bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa." (Rom. 6:6). Oleh karena itu, formasi spiritual membutuhkan penyangkalan diri yang radikal, di mana manusia lama, yang terkait dengan dosa dan nafsu duniawi, disalibkan bersama Kristus.

Serupa Kristus dalam kematian-Nya juga membutuhkan sikap penyerahan yang total terhadap kehendak Allah. Sebagaimana tercermin dalam perkataan Kristus di taman Getsemani, "jangan seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Mat. 26:39). Ketika seseorang mengalami perubahan hidup yang mendalam, ia belajar untuk menyerahkan kehendaknya sendiri dan mengikuti kehendak Allah dengan sepenuh hati, bahkan jika itu berarti mengalami penderitaan atau penolakan. Pengalaman penderitaan karena kesetiaan kepada Kristus, justru membawa seorang murid ke dalam persekutuan yang lebih intim dengan Kristus dan transformasi hidup yang mengubahkan.

Keserupaan dengan Kristus dalam kematian-Nya juga akan membawa seorang murid pada pengalaman kebangkitan bersama Kristus. Rasul Paulus menegaskan, "Jika kita sudah bersatu dengan Dia dalam kematian-Nya, kita akan demikian juga dalam kebangkitan-Nya" (Rom. 6:5). Kebangkitan ini bukan hanya tentang kehidupan abadi di surga, tetapi juga tentang kehidupan yang diperbaharui di dunia ini, di mana seseorang hidup dalam kuasa dan kehadiran Allah sehari-hari.

Bagi Paulus, kematian dan kebangkitan Kristus bukan sekadar fakta sejarah dan pengetahuan teologis yang tak ada kaitannya dengan hidupnya. Demikian pula hendaknya bagi kita, orang-orang yang telah mengaku menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.

Seyogyanya, kematian dan kebangkitan Kristus adalah pengharapan terbesar dan tertinggi dalam iman kita. Kekristenan tanpa kematian dan kebangkitan Kristus hanyalah agama dengan isapan jempol dan tidak dapat mengubah hidup kita.

 

Karena itu, sudah sepatutnya juga bagi kita untuk memiliki kerinduan seperti Paulus untuk mengenal Kristus lebih intim, agar menyerupa Kristus dalam kematian-Nya dan mengalami kebangkitan bersama-Nya. Dengan begitu, kita akan mengalami iman yang mengubahkan hidup kita.

(* Penulis melayani Pelayanan Konseling di Perkantas Surabaya)


Subscribe To Our Newsletter
Subscribe to catch our monthly newsletter, latest updates, and upcoming events
RELATED UPDATES