more"/> more">
Robert William Musung
Indonesia merdeka secara de facto selama 79 tahun pada tahun 2024 ini. Tujuh puluh sembilan tahun yang lalu seluruh bagian bangsa turun tangan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Jika saat itu anak-anak Tuhan juga terlibat aktif, bagaimana dengan sekarang? Apakah kita tetap berperan? Jika iya, apakah peran kita?
Mari kita terlebih dahulu melihat makna kata “merdeka”. Menurut KBBI, “merdeka” memiliki 3 makna: pertama, bebas dari belenggu ataupun penjajahan; kedua, tidak terkena, atau lepas dari berbagai tuntutan; dan ketiga, tidak terikat, tidak bergantung pada pihak atau orang tertentu, dan leluasa. Saat ini, bangsa kita masih perlu menyempurnakan kemerdekaannya terutama di makna yang ketiga. Makna merdeka di sini dapat dikembangkan menjadi bebas melakukan sesuatu tanpa ikatan atau paksaan, tapi karena cinta yang besar dengan ketulusan dan keikhlasan. Inilah peran yang dapat kita ambil sebagai bagian dari anak bangsa yang sudah merdeka. Apalagi jika kita mengingat bahwa kita pun sudah bebas dari ikatan dosa. Sempurnalah kemerdekaan kita. Jika demikian apakah kita akan berpangku tangan? Apakah cukup kita berdoa saja?
Dalam Yeremia 29:7 tertulis, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu”. Ayat ini mengatakan bahwa kita perlu mengupayakan kesejahteraan kota selain berdoa. Ada beberapa hal yang membuat ayat ini relevan dengan konteks peran kebangsaan. Pertama, kita memang tidak dalam keadaan dibuang dan rindu pulang, namun kita juga sedang menantikan untuk kembali “pulang“ bersama Bapa di tempat yang kekal. Hal ini dapat membuat kita hanya fokus dengan hal-hal rohani sebagai persiapan “pulang,” sehingga kita tidak peduli dengan kondisi bangsa tempat kita hidup saat ini. Kedua, ayat tersebut memberi perintah unuk mengupayakan kesejahteraan dan mendoakan kota tempat mereka tinggal. Ketiga, fakta bahwa kesejahteraan tempat kita berada pasti juga akan berdampak bagi kesejahteraan kita.
Selain perintah Tuhan pada ayat di atas, seharusnya doa yang benar akan memiliki 2 dampak; pertama, doa akan membangkitkan kasih dan belas kasihan; kedua, doa akan mendorong kita melakukan suatu aksi. Jadi tidak mungkin dan tidak masuk akal jika anak Tuhan berdoa saja bagi bangsa ini. Anak Tuhan bukan saja harus, tapi pasti melakukan sesuatu bagi kesejahteraan bangsa ini.
Banyak orang Kristen yang ingin memisahkan kehidupan beragama dengan kehidupan kebangsaan, karena berpikir bangsa ini tidak hanya terdiri dari satu agama tertentu. Faktanya, menerapkan nilai-nilai Kristen dalam kehidupan berbangsa adalah hal yang berbeda dengan menjadikan bangsa ini sebagai negara agama. Selain itu banyak contoh negara-negara yang menerapkan nilai-nilai Kristen dan kehidupan bernegaranya justru menjadi negara yang damai dan sejahtera. Bab 1 buku Truth and Transformation tulisan Vishal Mangalwadi memberi beberapa contoh dampak nilai-nilai Kristen bagi kesejahteraan bangsa, sebut saja peternakan dan sistem kendaraan umum di Belanda yang mengandalkan kejujuran para pembelinya. Demikian pula halnya dengan pelopor penghapusan perbudakan serta kesetaraan gender dan ras di Amerika yang didorong oleh orang-orang Kristen taat.
Kita pun sebagai anak bangsa ini dapat melakukan sesuatu bagi kesejahteraan bangsa ini. Kita dapat menjadi saksi Kristus dengan menerapkan nilai-nilai Alkitab ke dalam kehidupan kita, misal dalam hal menjaga toleransi dan mengembangkan nasionalisme, atau berkarya nyata mengharumkan nama bangsa. Menjaga toleransi di tengah maraknya sikap dan tindakan intoleransi pasti bukanlah hal yang mudah. Tidak mudah untuk mengasihi tanpa dikasihi. Tidak mudah bagi bangsa Israel untuk mengasihi kota Babel, tempat mereka tinggal dalam masa pembuangan. Namun inilah yang Allah perintahkan dan jelas sangat logis untuk dilakukan. Demikian pula jika kita mengupayakan toleransi, maka kita sedang menciptakan kondisi yang lebih kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Hal yang sama juga dengan tugas kita mengembangkan nasionalisme. Kita akan sulit memiliki nasionalisme jika memiliki mental pengungsi, pendatang, dan kaum minor. Sebab kita akan terus hidup dengan egois, memikirkan diri dan kelompok kita sendiri. Akibatnya kita tidak akan berperan bagi bangsa ini. Lalu, mengapa bangsa ini harus memperdulikan kita? Secara fakta mungkin kita adalah pengungsi, pendatang, dan kaum minor, namun mari tetap menginjak bumi, kita belum “pulang”. Selain itu tentu saja Tuhan tidak sedang “iseng” menaruh kita di tengah bangsa ini. Ia ingin kasih-Nya juga dinyatakan bagi bangsa ini melalui keberadaan kita.
Selain itu kita juga dapat membagikan Injil melalui hidup kita; melalui kata dan perbuatan kita. Saat kita melakukannya, secara tidak langsung kita sedang menciptakan peluang kesejahteraan yang lebih besar. Saat orang-orang menerima Kristus dan terdorong untuk menerapkan nilai-nilai Kristus di dalam kehidupannya, lambat laun dampaknya akan membesar dan meluas ke sekeliling kehidupannya. Semakin banyak yang melakukannya, makin besar pengaruhnya.
Akhirnya, masih banyak yang dapat kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan. Persoalannya bukan dapat atau tidak, melainkan apakah kita mau atau tidak melakukannya. Merdeka!
(*Penulis melayani Pelayanan Mahasiswa di Mataram)