more"/> more">
Oleh Yance Manusiwa
“Ketika dunia mengajarkan untuk mendapatkan kekayaan, kesuksesan, ketenaran sebesar-besarnya agar hidup lebih bahagia, justru Firman Tuhan mengajarkan sebaliknya.”
Banyak hal yang orang lakukan untuk mengekspresikan sukacita, kebahagiaan, dan kepuasan ketika mendapatkan keberhasilan – baik dalam hal karier, belajar, kehadiran anggota keluarga baru, atau saat memulai keluarga baru. Sebuah komunitas pemuda gereja bersepakat bersama-sama pergi ke sebuah danau untuk merayakan kebersamaan mereka. Mereka berkeliling danau itu dengan menggunakan sebuah perahu. Ada banyak hal yang mereka perbincangkan di atas perahu itu. Sampailah perbincangan di atas perahu itu pada topik kasih yang memberi. Saat pembicaraan berlangsung seru, tiba-tiba salah seorang dari mereka terjatuh ke danau, namun rekan-rekannya hanya terdiam dan bingung mencari cara menolongnya. Akhirnya salah satu dari mereka memberanikan turun ke danau dan menolong teman yang terjatuh itu. Sesampai kembali ke tepi danau, seorang teman yang memberi pertolongan itu berkata: “Lebih sering makna kasih hanya berujung pada konsep semata, namun betapa lambatnya hati kita untuk melakukannya.”
Kehidupan pada masa pandemi Covid-19 telah banyak mengubah paradigma manusia di dunia. Pertanyaan besarnya, apakah pandemi juga mengubah cara pandang manusia terhadap sesamanya? Ada peribahasa mengatakan “lebih baik memberi, daripada menerima.” Hal ini akan sulit terwujud jika masing-masing orang hanya memiliki mentalitas menerima demi kepuasannya. Sebaliknya, jika saudara dan saya memahami kebenaran firman Tuhan, maka implementasi memberi itu akan berdampak besar. Rasul Paulus dalam surat Korintus, mendorong jemaat di Makedonia untuk mengumpulkan persembahan yang diperuntukkan bagi pekerjaan Injil di Yerusalem. Hal ini tidak mudah mengingat kota Korintus dipenuhi dengan berbagai gaya hidup hedonis, materialis, dan penuh penyembahan berhala, yang sewaktu-waktu dapat menggoyahkan iman orang percaya di sana. Dalam pengaruh seperti itu terkadang lebih mudah untuk memilih hidup yang mencari kenyamanan, daripada hidup saling berbagi satu sama lain. Paulus berkata “Sebab pelayanan kasih yang kamu baktikan ini bukan hanya mencukupkan keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah” (2 Kor. 9:12 – TB2).
Memberi bukan bergantung pada ada/tidaknya, berapa yang diberi, atau keuntungan dari pemberian itu. Memberi dengan kerelaan hati harus berangkat dari kesadaran bahwa: pertama, memberi merupakan ekspresi kasih kita kepada Tuhan; kedua, segala yang kita peroleh sampai hari ini, berasal dari Tuhan; ketiga, memberi adalah anugerah dari Allah sebab Ia terlebih dahulu sudah memberi hidup bahkan nyawa-Nya bagi penebusan kita; dan yang terakhir, dengan memberi kita percaya akan pemeliharaan Tuhan atas hidup kita. Itulah makna sukacita yang sesungguhnya dari memberi.
Menapaki perjalanan pelayanan Perkantas sampai menjelang akhir tahun ini, kita patut bersyukur kepada Sang Empunya pelayanan ini, Tuhan Yesus Kristus. Tuhan mempercayakan siswa, mahasiswa dan alumni di tiap daerah, agar melalui penginjilan dan pemuridan hadir gerakan bersama untuk saling mendukung antara kota yang satu dengan yang lain. Rumah Pemuridan regio Perkantas Jawa Timur merupakan wujud dari kegerakan bersama dari para binaan yang memberi dengan sukacita bagi gerak pelayanan pemuridan. Pengerjaan yang berlangsung sekitar dua tahun, dalam perkenanan Tuhan akhirnya selesai. Selain itu, di beberapa daerah juga melakukan kegerakan lain sesuai kebutuhan dan kondisi kota. Bagaimana itu bisa terjadi? Semata-mata karena perkenanan Tuhan melalui orang-orang, lembaga, atau sarana lain yang melihat pekerjaan Tuhan yang luas dan butuh dukungan dalam pekabaran Injil.
Menapaki perjalanan bersama dalam bahtera kehidupan di penghujung tahun ini, mari bersama-sama kita saling memperhatikan di sekitar kita. Ada sebuah realita yang sedang Tuhan tunjukkan dan mendorong kita untuk tidak jemu-jemu berbuat kebaikan dalam menolong sesama dengan dilandasi hati yang berbela rasa. Memberi bukan sebatas konsep, namun membutuhkan pengorbanan dan penyangkalan diri, dan itu tidak mudah. Namun ketika kita berbagi hidup dengan sesama, ada sukacita yang luar biasa, karena kita sudah memenuhi hukum Kristus. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” merupakan wujud mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Selamat menabur sukacita melalui hidup yang saling memberi. Amin. (* Penulis melayani di Perkantas Mataram)