more"/> more">
Oleh Iis Achsa,STh, M.K *)
Hasil penelitian beberapa waktu ini di Britania Raya menyebutkan bahwa anak-anak broken home memiliki risiko lima kali lebih besar mengalami gangguan jiwa, kelainan psikologis, penyimpangan perilaku dan hal-hal negatif lainnya dibanding anak-anak ‘normal’ lainnya. Penemuan ini menegaskan pada fakta yang terjadi di sekeliling hidup kita: betapa besar pengaruh keluarga bagi seorang anak, juga sebenarnya bagi setiap anggota dalam keluarga. Oleh sebab itu kita perlu terus menerus mengusahakan keluarga kita menjadi keluarga yang sehat, sehingga anak-anak dan setiap anggota keluarga yang lain bertumbuh di semua aspeknya.Keluarga yang sehat adalah keluarga bertumbuh seturut dengan rencana awal Tuhan membentuk keluarga (Kejadian 2:7, 18); keluarga menjadi tempat bagi setiap anggota keluarga bertumbuh secara fisik, akal budi, relasi sosial, kasih dan rohani.
Dari dalam keluarga yang sehat inilah, setiap anggota keluarga mendapat energi, perhatian, kasih dan lingkungan yang kondusif untuk bertumbuh dalam segala hal ke arah Yesus Kristus.Paul Meier, seorang psikiater Kristen Amerika, memberi lima hal yang harus diusahakan untuk mewujudkan keluarga yang sehat, yaitu: Pertama, kasih di antara suami istri dan kasih di antara orang tua terhadap anak (1 Korintus 13:4-7). Kedua, disiplin yaitu menegakkan keseimbangan antara hukuman dan pujian yang dinyatakan orang tua kepada anak mereka (bdk. Ulangan 6:6-9). Ketiga, konsisten yaitu menjalankan peraturan dalam keluarga terus menerus diterapkan orang tua. Keempat, teladan orang tua di hadapan anak-anak, dalam perkataan, sikap, penampilan dan perbuatan (bdk. Efesus 6:4; Kolose 3:20-21). Kelima, peran dan tugas suami istri yang jelas dalam keluarga; suami sebagai kepala keluarga, dan istri sebagai penolong.
Namun ada banyak hambatan untuk mewujudkan keluarga yang sehat; antara lain pengabaian terhadap kerohanian setiap anggota keluarga dan pengabaian usaha memupuk cinta di antara suami istri karena berbagai hal. Cinta suami istri yang bertumbuh secara sehat menghasilkan kekompakan dan kekuatan suami istri untuk terus menerus berjuang mewujudkan keluarga yang sehat, apapun tantangan yang ada.Psikolog Robert Sternberg mengembangkan teori tentang cinta. Menurutnya, ada tiga aspek cinta, yaitu Hasrat (passion), kebersamaan yang intens (intimacy) dan komitmen.
Dengan memahami dan mengembangkan tiga aspek cinta ini, cinta suami istri dapat bertumbuh dengan sehat. Passion meliputi gairah dan obsesi; intimacy meliputi kebersamaan, relasi emosional, kemelekatan dan empati. Sedangkan komitmen terdiri dari prioritas dan rencana emosional, janji, dan keuangan yang perlu dicurahkan untuk relasi ini.Kerohanian dalam keluarga adalah dasar dan kekuatan. Banyak keluarga merasa puas melihat anak-anak, suami atau istri terlibat dalam aktifitas keagamaan, tidak lagi mencari tahu apakah aktifitas keagamaan itu membawa mereka memiliki hidup rohani yang sehat.
Mereka tidak menyadari, sebenarnya aktifitas keagamaan tidak akan membawa mereka kemana-mana, tidak akan mengubah cara berpikir, cara hidup dan keputusan mereka tiap-tiap hari berdasarkan Firman Tuhan dan takut akan Allah. Oleh sebab itu, betapa pentingnya memberi perhatian dan memfasilitasi kerohanian bagi seluruh anggota keluarga.
Upaya sepanjang hidup.
Tidak ada keluarga yang sempurna, upaya harus tetap dilakukan. Lebih dari itu, mendekat dan memohon pertolongan Tuhan, Sang Empunya keluarga, adalah keharusan, karena “jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya" (Mazmur 127:1a).(* Penulis seorang Staf dan Konselor Senior melayani di Perkantas Jatim Surabaya)