more"/> more">
Oleh Iis Acsha,S.Th,M.K
Betulkah masa pandemi ini dapat mengoyahkan keharmonisan keluarga sehingga setiap keluarga perlu diperkuat? Apakah keluarga Kristen juga tidak aman dari “serangan” pandemi ini?
BADAI YANG MENERPA KELUARGA DI MASA PANDEMI
Sheridan Prasso (31 Maret 2020 di bloomberg.com) melaporkan hasil temuannya dari berbagai kota di Tiongkok. Ia mencatat, ada lonjakan pengajuan perceraian di Maret 2020 ketika suami istri harus tinggal sepanjang hari selama berminggu-minggu di masa lockdown. Pengacara masalah perceraian Shanghai, Steve Li di Gentle & Trust Law Firm mengatakan, kasusnya meningkat 25% sejak lockdown.
Fakta ini juga terjadi di Indonesia. Dari laman resmi Pengadilan Agama Bandung, Sikabayan (kabayan.pta-bandung.go.id) tercatat Hingga 29 Agustus 2020, terjadi 55.876 perceraian di Jawa Barat. Lonjakan angka gugatan dan permohonan cerai terjadi pada masa awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan, yakni pada rentang Mei-Juni-Juli. Dari semua satuan kerja Pengadilan Agama se-Jawa Barat lonjakan gugatan cerai melonjak dari angka 2.734 pada Mei 2020 ke angka 12.617 pada Juni, begitu pun pada Juli tercatat angka gugatan mencapai 11.797 gugatan.
Tapi ada laporan yang lain justru di masa pendemi ada pasangan menemukan kembali kebahagiaan pernikahan berkat pandemi. “Tetap tinggal di rumah dan PSBB mengingatkan saya betapa saya mencintai orang yang saya nikahi,” kata Rachel Smith, seorang seniman Kanada di Hong Kong.
Jika kita belajar dari studi terhadap orang-orang di Hong Kong setelah epidemi SARS 2002-03, menunjukkan “satu tahun setelah wabah, mereka yang selamat dari SARS masih mengalami peningkatan stres dan kecemasan yang serius,” termasuk depresi dan kecemasan; perceraian pada tahun 2004, 21% lebih tinggi dari tingkat tahun 2002.
Fakta-fakta ini memberi gambaran bahwa pademi ini memang bisa menjadi terpaan badai yang dapat mengancam keharmonisan semua keluarga, juga pada keluarga Kristen. Bagaimana kita menghadapi nya?
MENEMUKAN SUMBER MASALAH DAN MENATA KEMBALI POLA RELASI DALAM KELUARGA
Paling tidak ada empat sumber masalah di masa pandemi, pertama berkaitan dengan uang. Uang yang menjadi lebih sedikit yang berdampak pada kekuatiran banyak hal berkaitan dengan masa depan. Kedua, waktu untuk diri sendiri yang sangat berkurang karena suami istri dan anak-anak yang di berada rumah relative sepanjang hari yang membutuhkan perhatian. Ketiga, pekerjaan. Tidak semua orang terampil bekerja di rumah, apalagi bagi seorang ibu yang bekerja sambil mengerjakan urusan rumah tangga dan menemani anak belajar di rumah. Keempat, komunikasi. Seringkali komunikasi menjadi jauh dari efektif karena masing-masing anggota keluarga mengalami banyak tekanan dan tuntutan, apalagi jika ada banyak harapan atau masalah yang selama ini terpendam dan belum terselesaikan.
Komunikasi adalah sumber masalah yang paling serius dari empat sumber masalah keluarga. Salah satu cara efektif untuk mengembalikan komunikasi keluarga menjadi efektif adalah mengembalikan pola relasi dalam keluarga berdasarkan firman Tuhan yaitu Kristus sebagai dasar dan penyatu keluarga (Ef. 1:9-10; 5:21-6:9; Kol.3:18-4:1; 1 Tim.2:8-15; 6:1-2; Tit.2:1-10; 1 Pet.2:18-3:7).
Langkah berikutnya adalah menciptakan pola relasi dan komunikasi yang sehat (Kol 3:12-14) dimulai dengan memastikan setiap anggota dalam keluarga menjalankan peran dan fungsinya sebagai mana seharusnya.
SARAN PRAKTIS MENEMUKAN TUHAN DI TENGAH BADAI
Tidak seorang bisa menyebutkan bilamana badai pandemi ini akan berakhir dan seberapa kuat badai pandemi ini menerpa keluarga kita. Oleh sebab itu, menemukan dan dekat dengan Tuhan adalah cara terbaik.
PENUTUP
Keluarga merupakan tempat untuk setiap anggota keluarga bertumbuh secara jasmani, akal budi, relasi sosial, kasih dan rohani. Oleh sebab itu, setiap kita perlu berperan aktif membangun dan menguatkan keluarga, apapun kondisinya sekarang. Tuhan Yesus memberkati.
(*Penulis adalah Konselor Griya Pulih Asih Surabaya)
Ilustrasi gambar diambil dari http://wwepc.org/how-to-strengthen-family-relationships/