more"/> more">
Oleh Bayu Wibi Wardhana, S.Psi
Kata toxic akhir-akhir ini tidak sulit untuk kita dengar, baik di tempat kerja, lingkungan sekitar, keluarga, bahkan dalam lingkup pelayanan Kristen. Kata toxic seringkali muncul saat kita menemukan pribadi atau hubungan yang membawa “racun.” Apa yang di maksud racun atau toxic dalam relasi kita dengan orang lain? Pada bagian ini kita akan merefleksikan mengenai toxic relationship/person.
Jika melihat dari sudut pandang ilmu psikologi, istilah toxic digunakan bagi pribadi yang memberikan dampak buruk terhadap orang lain, terutama terhadap kondisi psikis. Menurut Dr. Lillian Glass, ahli komunikasi dan psikologi, dalam bukunya berjudul ‘Toxic People’ (1995), mendefinisikan toxic relationship sebagai hubungan yang tidak saling mendukung satu sama lain, yang mana salah satu pihak berusaha memiliki kontrol dan manipulasi yang besar terhadap pihak lain.
Lalu bagaimana dengan sudut pandang di dalam Alkitab mengenai tema ‘toxic’? Bagian Firman Tuhan yang menolong kita memahami lebih jauh tentang tema ini disampaikan dalam Kitab Amsal 13:20 yang berbunyi demikian: “Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” Bagian ini mengingatkan kita untuk berhikmat dalam bergaul/berelasi dengan orang lain. Kata ‘bebal’ yang digunakan dalam ayat ini berasal dari kata Ibrani ‘kes-eel&'39; yang memiliki similar meaning dengan kata fool, stupid fellow, dullard, simpleton, arrogant one. Itu artinya mereka memiliki karakteristik menebar kebencian, menularkan pikiran negatif, sombong dan merendahkan orang lain.
Pada titik ini kita menemukan bahwa Alkitab menolong kita berhikmat saat menjalin relasi yang dalam dengan orang lain. Hal ini juga ditekankan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, ia menyatakan dalam I Korintus 15:33: “Janganlah kamu sesat, Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Pergaulan bahkan bisa membawa kita menjauhi Allah. Kita menemukan bahwa toxic merupakan sebuah gambaran dari pribadi yang bebal dan membawa pada ketersesatan, untuk menjauh dari Allah dan kehendak-Nya.
Dr Garry Thomas, dalam bukunya ‘When to Walk Away,’ menyampaikan setidaknya ada beberapa tanda yang mengindikasikan tentang ‘toxic’, bebal dan tersesat. Thomas menyebut tiga penanda yang cenderung berlaku untuk sebagian besar orang ‘toxic’ yaitu: “pertama, mereka cenderung memiliki jiwa pembunuh, semangat membunuh, itu berarti mereka sedang membunuh reputasi Anda. Kedua, mereka membunuh kegembiraan, membunuh kedamaian Anda. Ketiga, mereka membunuh ketenangan pikiran Anda. Mereka pada dasarnya menghancurkan hidup Anda dan rasa bahagia Anda.”
Saat menemukan tipe orang seperti ini di dalam hidup, Anda mungkin berpikir seperti yang saya pikirkan, bahwa ketika lebih banyak berdoa, lebih banyak memaafkan, lebih baik lagi pada mereka, memberikan pipi kanan dan kiri saya pada mereka, melayani mereka lebih banyak dengan lebih baik, maka mereka akan berubah. Sayangnya, ini sering tidak terjadi pada mereka yang toxic, bebal, dan sesat. Lalu bagaimana sebaiknya kita dapat bertindak?
Salah satu yang dapat kita lakukan adalah bertindak seperti Tuhan Yesus, yaitu He walk’s away, Dia menyingkir dari mereka. Ketika kebebalan sudah memuncak, racun yang ‘disuntikkan’ semakin menyakitkan, membawa kepada relasi yang merusak, menghancurkan serta menghambat kita mengerjakan misi ilahi, saat itulah kita perlu berjalan menyingkir dari mereka. Salah satu contoh adalah beberapa perjumpaan-Nya dengan Ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Yesus tidak selalu ‘meladeni’ mereka, bahkan beberapa kali Ia menyentak mereka dengan menyatakan, "Mengapa kamu mencobai Aku, hai orang-orang munafik?" Lalu Ia menyingkir dari mereka. Yesus tidak terpancing dan terpengaruh dengan memberikan jawaban yang mereka harapkan. Yesus tahu, bahwa fokus mengerjakan Pemberitaan Injil, yang adalah alasan Ia diutus (Markus 1:38-39), jauh lebih penting untuk dikerjakan ketimbang meladeni kebebalan dan kemunafikan mereka.
Kita dapat meneladani apa yang Yesus lakukan, saat kita berada pada situasi yang sama, menghadapi orang-orang yang toxic di sela-sela perbincangan mereka, ketika percakapan mulai menjurus pada hal-hal yang bersifat negatif, gosip dan tidak sehat, kita dapat alihkan bahkan meninggalkan pembicaraan. Jika saat ini hati kita sedang terluka oleh karena kesombongan, kebebalan, direndahkan, dan sukacita kita di rampas oleh mereka, maka mari kita menyingkir sejenak dan segera datang kepada Tuhan, karena ini adalah cara yang ampuh untuk menetralisir racun yang telah masuk meracuni diri. Mari dengan hancur hati, datang ke hadirat-Nya, menaikkan doa seperti permohonan Daud untuk pemulihannya, "Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh!" Tuhan Yesus memberkati!( Penulis adalah Alumni Perkantas Malang, aktif dalam pelayanan Konseling)