more"/> more">
Sebuah Refleksi
Oleh Tommy Indarto*)
&'39;Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus, &'39;
2 Korintus 10:5
Merenungkan ayat ini, pikiran saya langsung teringat kepada salah seorang murid Yesus yang bernama Simon Petrus. Simon adalah salah satu di antara tiga murid inner circle Yesus (dua yang lain adalah Yakobus dan Yohanes). Secara karakter Simon terkenal sebagai seorang sanguin yang tidak segan-segan menyatakan pendapatnya di depan orang lain. Suatu ketika,Yesus menyampaikan kepada para murid bahwa Ia akan ditangkap, dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga (Mat. 16:21-23). Mendengar hal itu Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Dia, ”Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.” Simon sedang menunjukkan kasihnya kepada Guru yang ia kasihi. Ia tidak percaya bahwa Allah akan mengizinkan Yesus mengalami semua penderitaan itu, dengan kata lain menurut Simon ia merasa lebih tahu pikiran Allah dibanding Yesus. Namun jawaban Yesus terhadap teguran Petrus menunjukkan permasalahan yang serius dalam pemikiran Simon. Yesus berkata kepada Simon, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Teguran Yesus kepada Simon membuat saya juga merasa malu karena seringkali saya juga melakukan kesalahan yang sama dengan Petrus. Saya juga sering merasa saya tahu apa yang Allah pikirkan, tahu kehendak Allah. Namun, seperti apa yang Yesus katakan kepada Simon, bahwa sebenarnya seringkali apa yang kita pikirkan itu bukan pikiran dan kehendak Allah, namun pikiran dan kehendak manusia kita. Bahkan pikiran kita bisa jadi benar-benar bertentangan dengan pikiran Allah, dalam hal ini pikiran kita sama dengan pikiran Iblis. Tanpa sadar, apa yang kita pikirkan sebenarnya sedang berlawanan dan bahkan bisa menghalangi tercapainya kehendak Allah dalam hidup kita (seperti apa yang dipikirkan Simon). “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu,dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,demikianlah firman Tuhan” (Yes. 55:8).
Oleh sebab itu kita harus menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus. Dalam perenungan saya, “menawan” berarti bahwa kita tidak bisa membiarkan pikiran kita menjadi liar dan tidak terkendali. Oleh karena itu kita perlu penunjuk jalan untuk pikiran kita, yaitu firman Tuhan. "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku" (Mazmur 119:105). Firman Tuhan tidak hanya menjadi penunjuk jalan namun juga memberi batasan atas pemikiran kita. Firman Tuhan “mengurung” pikiran kita, sehingga apa yang kita pikirkan sesuai dengan firman Tuhan.
Apabila pikiran kita sudah “ditawan” oleh firman Tuhan, maka langkah selanjutnya adalah untuk “menaklukkannya” kepada Kristus. Pikiran yang takluk kepada Kristus adalah pikiran yang tidak hanya sesuai dengan firman Tuhan namun juga disertai dengan komitmen untuk melakukannya. Hanya pikiran yang sudah dibaharui oleh firman yang mampu untuk membedakan apa yang menjadi kehendak manusia dan kehendak Allah. “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Rom. 12:2).
Mari kita refleksikan kebenaran ini. Pertama, sudahkah Saudara menaklukkan segala pikiran kepada Kristus dalam hal: ambisi, karier, teman hidup, uang, waktu dan prioritas Saudara? Kedua, bagaimana selama ini Saudara menilai sesuatu dan mengambil keputusan dalam hidup kita? Adakah Saudara mempertimbangkannya dengan firman Tuhan? Ketiga, apakah saat ini Saudara sedang bergumul dengan iman Saudara. Mempertanyakan mengenai kebenaran-kebenaran dalam firman Tuhan? Bagaimana Saudara mencari jawaban atas pergumulan itu?
Menawan dan menaklukkan segala pikiran kepada Kristus tidak selalu berjalan mudah, karena kita memiliki pola pikir dan cara pandang tertentu yang kita miliki selama ini. Permasalahan hidup yang silih berganti menjadi tantangan tersendiri. Adakalanya kita mampu melakukannya namun di saat yang lain karena desakan keadaan dan waktu maka dengan mudahnya kita membiarkan pikiran kita menjadi liar dan tak terkendali. Pikiran manusiawi kita mengambil alih, sekalipun kita tahu bahwa itu berlawanan dengan kehendak Allah. Apapun yang terjadi, mari kita tetap menaruh iman kita kepada Allah dan terus berusaha menawan dan menaklukkan segala pikiran kita kepada Kristus. &'39;Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Mat. 7:11). Kehendak Allah adalah untuk memberikan yang terbaik bagi kita.
“Bapa kuasailah pikiranku dan nyatakanlah kehendak-Mu dalam hidupku.”
*)Penulis melayani di Perkantas Banyuwangi.